By:Nandang Burhanudin
*
(1) Ketika Hitler merajai Eropa. Kaum Yahudi banyak yang bersembunyi di masjid-masjid. Umat Islam secara sukarela memberikan identitas Muslim, agar kaum Yahudi terhindar dari genosida Hitler. Tapi kini? Yahudi yang sama justru membunuhi umat Islam di Palestina. Menjajah. Menghinakan. Masihkah mau memaafkan?
*
Anda pasti kaget dengan judul di atas. Tapi Anda pun pasti tersentak melihat fenomena fakta berikut:
(1) Ketika Hitler merajai Eropa. Kaum Yahudi banyak yang bersembunyi di masjid-masjid. Umat Islam secara sukarela memberikan identitas Muslim, agar kaum Yahudi terhindar dari genosida Hitler. Tapi kini? Yahudi yang sama justru membunuhi umat Islam di Palestina. Menjajah. Menghinakan. Masihkah mau memaafkan?
(2) Ketika
Presiden Mursi berkuasa. Mursi menunjuk Jenderal As-Sisi sebagai
panglima AB. Mursi memaafkan institusi militer dan mengajak rekonsiliasi
nasional. Ajakan Mursi sangat positif. Tapi apa yang terjadi kemudian?
As-Sisi menjalankan agenda Yahudi. Mursi dipenjarakan bersama puluhan
ribu antikudeta. Dibunuh. Dibantai. Dibakar. Dunia diam. Adakah
rekonsiliasi itu?
(3) Ketika reformasi
1998. Semua sepakat menyongsong Indonesia baru. Rakyat Indonesia
memaafkan kroni-kroni Orde Baru, terutama di partai politik (PDIP,
Golkar, PPP). Namun apa yang terjadi kemudian? Megawati dengan angkuh
menjual Indosat. China yang di era reformasi dipermasalahkan. Semakin
menggurita dengan korupsinya. Masihkan berbaik sangka?
(4) Ketika
seorang Ustadz dituduh bagian dari sel Terorisme Indonesia oleh Metro
TV. Sang Ustadz tidak menuntut balik, tapi memaafkan. Lalu apa yang
terjadi kemudian? Metro TV ternyata bagian dari jaringan Yahudi
Internasional, dengan mengutus wartawannya berjumpa Netanyahu, si haus
darah penjagal rakyat Palestina. Metro TV pula yang selalu rajin
memberitakan aktivitas Densus 88, yang membunuh Siyono, Ustadz aktivis
Muhammadiyah. Masihkah berbaik sangka?
Memaafkan.
Berbaik sangka. Sangat bagus di kala kita kuat. Tapi melakukannya di
kala lemah tak berdaya, sama dengan membuka jalan kezhaliman terus
menjadi tsunami yang mematikan. Oleh karena itu, saat ada kesempatan dan
celah. Berhentilah husnuzhan kepada kaum yang tak layak dihusnuzhani.
Sebagaimana berhenti memaafkan kepada kaum yang tak layak diberi
pemaafan. Allah pun mengatur segalanya dengan proporsional.
Posting Komentar