OPINI | 03 April 2014 | 09:21
     Dibaca: 
     5043  
       
     Komentar: 6 
       
     2    
    
    
    
    
         
     
Beberapa waktu yang lalu, saya blog walking
 dan menemukan sebuah ulasan menarik mengenai data korupsi yang 
akhir-akhir ini ramai dibincangkan ke-valid-annya. Beberapa data grafik 
korupsi parpol yang mencantumkan sumber dari KPK Watch bertebaran di 
sosial media. Berdasarkan kicauan di lini masa KPK Watch (@KPKWatch_RI),
 dapat dikatakan bahwa KPK Watch mengambil data korupsi parpol dari 
website Indonesian Coruption Watch (ICW). Namun pihak ICW menolak bahwa 
data tersebut bersumber dari website nya..
Saya pun mencoba stalking ke lini masanya Sahabat ICW. Dan menemukan anjuran sebagai berikut..

Kemudian saya masuk ke link ini:
Ada yang menarik, salah satu artikel yang ada di 
link ini adalah tentang Jokowi, beliau sangat memuji2 jokowi, apakah 
beliau pendukungnya? atau pendukung PDIP?  wallahu ‘alam.
Saya sempat capture agar tak dituduh hoax.. Hehe..

Well, untuk hal ini, saya mencoba berpandangan 
objektif. Saya rasa kita semua sepakat, bahwa korupsi adalah penyakit 
kronis yang sudah mendarah daging di negara kita, Indonesia.
Kita kembali membahas link yg direkomendasikan 
ICW. Ternyata link itu mengkritisi rilis KPKwatch tentang partai-partai 
korupsi, namun menurut saya,sangat tidak substansial dan cenderung 
emosi.
Mari simak redaksi kalimatnya :

Saya rasa, sangat penting kita mengukur prestasi 
korupsi mulai cikal bakal kelahiran KPK pada tahun 2002, meskipun 
disahkan oleh presiden tahun 2003 dengan nama Komisi Pemberantasan 
Korupsi.
Periode pengukuran 2002 – 2014 sangat ideal. 
Sejatinya tidak bisa dipisahkan kedua rentang waktu itu. Jangan sampai 
partai politik membuat rilis tahun 2009 – 2014, karena amat sangat jelas
 ini akan menihilkan korupsi dibawah tahun 2009 yg sangat banyak.
Saya sangat sependapat dengan tulisan mba novi 
bahwa ada 2x pemilu, sehingga jika kita ingin membuat index korupsi, 
pembagi 2 periode harus memasukkan data jumlah pemilih tahun 2004 dan 
2009.  Nah, kenapa KPKwatch_RI hanya memakai data 2009, apa ada data yg 
disembunyikan ?
Sebelum menjawab data yg disembunyaikan KPKwatch_RI, saya coba lihat ada twit2 KPKwatch dengan Gerindra:

Entahlah. Semoga saya salah karena menganggap ini sebagai “kedekatan” KPKwatch_RI dengan Gerindra

Menurut saya, sangat jarang jika akun-akun ber-genre
 serius terlihat seperti berdialog.  Twit tersebut berasal dari relawan 
Prabowo tentang KPKwatch_RI, yang sekilas memang professional.
Jika KPKwatch_RI di backup oleh LIPI dan mahasiswa aktifis anti korupsi. Keren juga ya..

Bagi saya pribadi, siapapun yang ada dibelakang
 KPKwatch, seharusnya semakin menyadarkan kita untuk bicara dengan data.
 Sampai di sini data KPKwatch_RI bisa dibilang valid, karena setelah 
saya coba cek link-link yang di share di TL twitternya, maupun nama-nama
 yang dishare di kasusnya, memang benar ada dan valid.
Misalnya grafik ini :

Yang saya tangkap dari analisa dan ‘keluhan’ 
Mbak Novi adalah index, dan nama jabatan. Untuk index, saya setuju agar 
KPKwatch_RI memperbaiki dengan bilangan pembagi hasil pemilu 2004 dan 
2009. Karena jika hasil Index korupsi hanya di bagi tahun 2009, maka 
hasilnya seperti rilis KPKwatch_RI berikut ini:

Namun, jika saya bagi dengan jumlah pembagi hasil pemilu 2004:

Dan Pemilu 2009:

Maka saya mendapatkan hasil index menurut perhitungan saya sebagai berikut:

Nah… Jika kita urutkan sesui index terbesar korupsi dan terendah, maka hasil yang didapat adalah sebagai berikut:

Tak bisa dipungkiri, bahwa yang index tertinggi 
korupsi masih di tempati PDIP. Selanjutnya ditempati partai baru 
Gerindra dan Hanura.  Yang jadi pertanyaannya adalah, ‘Mengapa KPKwatch 
hanya gunakan data tahun 2009 ?” Kayaknya mulai terbongkar nih..  
Hehehe..
Hemat saya, sebenarnya tanpa KPKwatch_RI 
merilis Index, sudah cukup mengetahui siapa partai terkorup, namun index
 yg dikeluarkan itu terlihat lebih adil, kenapa?  karena tidak bisa 
disamakan besarnya 10 korupsi yg dilakukan partai besar dengan 10 
korupsi yg dilakukan partai kecil.
Mari kita perdalam lagi analisanya.. Mbak Novi 
juga menggugat tentang keterangan “Mantan Kades” dan “Gunung Kidul”, 
juga “Ketua MK” :

Setelah saya cek, Ketua MK adalah kader Golkar, 
wajar beliau dimasukkan list kasus di kader golkar, nama Gunung kidul, 
setelah saya coba telusuri, maksudnya adalah anggota Dewan DPRD Gunung 
Kidul.

Semoga kita bisa sependapat, bahwa keterangan Gunung Kidul dalam grafik tersebut sebagai salah ketik tim KPKwatch.
Lalu, ini :

Setelah saya coba googling, ternyata, mantan Kades Manis Kidul yg ada di list Partai Hanura, adalah Caleg Hanura. Ini Buktinya :

Lagi-lagi yang dikritisi hanyalah tentang 
keterangan jabatan dari nama pelaku korupsi saja. Padahal, jika kita mau
 mencari tahu lebih jauh, maka akan terlihat kasus yang sebenarnya.  
Saya rasa bukan maksud tim KPKwatch untuk membuat grafik tersebut 
menjadi absurd dengan analisa-analisa ringan yang dibuat oleh Mbak Novi dalam blog-nya.
Namun, saya sedikit berterima kasih kepada pembuat 
analisis di blog tersebut. Karena telah membuat saya menjadi penasaran, 
dan berusaha untuk mencari lebih jauh tentang nama-nama yang ada dalam 
grafik yang dirilis KPK Watch. Yang ternyata, ketika kita cek, kasus itu
 memang betul-betul ada dan terjadi di dunia nyata dan tersiar di dunia 
maya.
http://politik.kompasiana.com/2014/04/03/analisa-sederhana-kejanggalan-data-kpkwatch-644252.html

